Rabu, 15 April 2020

Pesan Moral Cerita Rakyat Asal-usul Pantai Watu Ulo Jembar Jawa Timur

Gambar Watu Ulo di Jember saat Surut
Jika ingin melihat cerita lengkap versi hasil penelitian Dr. Sukatman silakan klik tautan berikut ini Cerita Rakyat: Asal-usul Pantai Watu Ulo

Pada dasarnya sastra rakyat merupakan gambaran kehidupan manusia. Tafsir terhadap keadaan dan kehidupan manusia. Baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Pesan moral cerita rakyat asal-usul pantai Watu Ulo yang pertama adalah:

Manusia harus mendapatkan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Cerita asal-usul pantai Watu Ulo yang menceritakan seekor ayam yang mendengar mantra Ajisaka akhirnya bertelur dan beranak ular, menunjukkan bahwa makhluk hidup harus mensyukuri apa yang ada pada dirinya, dan harus menyesuaikan diri apa yang bisa diterima. Janganlah mendengar atau mendapatkan sesuatu yang belum sampai pada tingkatannya.

Lebih lebih dalam ilmu pengetahuan, juga dalam tingkat kedewasaan. Manusia seharusnya mendapat pengetahuan sesuai dengan tingkat usianya. Jagan sampai seorang anak mendapat pengetahuan tentang orang dewasa, baik dalam segi pengetahuan maupun dalam segi moral. Itu akan berbahaya bagi perkembangan psikis anak tersebut.

Pesan moral yang kedua dari cerita rakyat asal-usul pantai watu ulo ini merupakan tafsir yang hanya layak diketahui oleh orang dewasa. Sebagai pelajaran moral.

Ayam dalam cerita tersebut diibaratkan sebagai (maaf) “perempuan nakal” yang melakukan hubungan seksual sebelum waktunya. Diceritakan bahwa yang boleh mendengar mantra Ajisaka yang sudah pada tahapan tertentu. Tahapan tertentu itu dapat ditafsiri sebagai ‘orang dewasa yang sudah menikah’.

Karena si ayam mendengar rapalan mantra Ajisaka (dapat ditafisiri sebagai melakukan proses pembuahan sebelum waktunya) maka lahirlah anak ular raksasa. Mengapa ular? ular identik dengan sesuatu yang negatif. Identik dengan penjahat dan tidak baik. Dalam ajaran agama, proses kehamilan dianjurkan dengan cara baik. Didoakan, dan di-selameti agar menjadi anak yang baik. Nah, ular dalam cerita tersebut dapat ditafsirkan sebagai anak jadah (anak hasil zina) yang biasanya tidak sempat didoakan bahkan cenderung ingin dibunuh sebelum lahir. Maka, ketika anak itu lahir, cenderung memiliki sifat negatif.

Sementara itu, Ajisaka yang menolak untuk mengakui ular raksasa secara langsung sebagai anaknya menggambarkan watak ‘lelaki hidung belang’ yang tidak mau bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya. Sehingga orang itu berbelit dengan memberikan syarat yang sangat sulit.

Ini hanyalah tafsir dari saya. Bukan bermaksud untuk menyinggung salah dari pembaca yang budiman. Hanya berusaha untuk sama-sama belajar.