Kamis, 20 Agustus 2020

Kacaunya Judul Berita Koran Jawa Pos 7 Februari 2017

Koran Jawa Pos adalah koran yang termasuk dalam media yang terverifikasi oleh Dewan Pers. Jawa Pos juga menjadi induk ratusan media lain. Baik koran lokal maupun media siber dan media televisi. Jawa Pos menjadi raksasa media karean jaringan koran dan televisinya hadir hingga ke kabupaten-kabupaten di Indonesia.

Koran Jawa Pos juga tidak lepas dari nama besar Dahlan Iskan, yang mampu membawa Jawa Pos bangkit dari jurang kematiannya. Dahlan Iskan, sang Pak Bos yang ketat terhadap kualitas penulisan anak buahnya tersebut tak segan memarahi dan mengkritik para wartawan Jawa Pos jika tulisannya kurang dalam dan kalimat serta pilihan katanya tidak efektif.

Judul Berita Jawa Pos Bikin Bingung

Dengan disiplin ketat berkaitan dengan kinerja dan kualitas tulisan itulah, Jawa Pos menjadi raksasa media cetak. Hingga kini, di era siber, Jawa Pos masih menadapatkan pembaca yang loyal. Jawa Pos berhasil menyuguhkan berita yang belum diberitakan oleh media lain. Maka, berita Jawa Pos selalu segar meski tak secepat berita siber.

Beberapa penulis di Jawa Pos juga mengkritik tulisan di media siber yang kacau balau. Yang sekenanya mengutip pernyataan narasumber, juga sekenanya menarasikan hasil wawancara narasumber.

Intinya, Jawa Pos masih menjaga kualitasnya. Menjaga kualitas tulisan di tengah persaingan media yang semakin ketat.

Namun, ada saja berita yang kurang enak dibaca. Khususnya judulnya. Seperti Judul berita yang ditulis di koran Jawa Pos hari ini, 7 Februari 2017 yang memberitakan kondisi 'Desa Wisata Trowulan'

Judul berita yang mengangkat tidak maksimalnya Desa Wisata Trowulan di Mojokerta tersebut ditulis begini:

Wisatawan Hanya Bisa Membeli Pulsa di Kampung Itu

Judul berita fitur yang ditulis di bagian bawah halaman tersebut membingungkan. Ketika pertama kali membaca logika pemahaman yang muncul adalah, hanya di kampung itu wisatawan bisa membeli pulsa, di tempat lain tidak bisa. 

Tetapi pemahaman itu salah. Karena yang dimaksud adalah di Kampung Wisata Majapahit di Trowulan, Mojokerta tidak ada apa-apa. Yang ada hanya penjual kelontong alias peracangan dan penjual pulsa.

Entah penulisan judul seperti itu menjadi jurus untuk membuat pembaca tertarik membaca atau bagaimana. Tetapi ini koran, bukan media siber yang menyediakan tautan klik agar dibaca. Biasanya judul berita koran sudah menggambarkan keseluruhan isi berita, bukan sekadar membuat penasaran dengan kesalahan logika.

Setelah membaca keseluruhan isi berita fitur tersebut baru diketahui bahwa, di Kampung Wisata Mojopahit belum ada apa-apa. Hanya deretan rumah dengan arsitektur masa Majapahit. Yang ada hanya arsitekturnya saja, kegiatan warganya tetap seperti semula. Sama dengan kebanyakan kampung lain di seluruh Indonesia. Banyak warganya yang jualan pulsa dan membuka toko kelontong.

Kalau pembingunan pembaca itu bukan merupakan kesengajaan dari penulisnya, judul berita fitur tersebut bisa diubah agar tidak membingungkan. Mungkin tawaran yang bisa digunakan adalah perbaikan sebagai berikut:

Di Kampung itu, Wisatawan Hanya Bisa Membeli Pulsa

Jadi, lebih jelas maknanya. Di kampung yang dikatakan kampung wisata, wisatawan hanya bisa membeli pulsa. Tidak bisa menikmati wisata lainnya. Tidak bisa menikmati keadaan sosial ekonimi yang seolah-olah kembali ke masa kejayaan Majapahit.

Bukankah selama ini Jawa Pos dan anak medianya telah menjadi patron pemberitaan di Indonesia?